PENGHAKIMAN VS PENDISIPLINAN
Pertanyaan ‘bolehkah?’ tentunya bukan sekedar menuntut
penjelasan secara teologis biblikal tetapi juga secara
etis teologis. Jadi bukan lagi sekedar tentang “Apakah
menghakimi benar atau salah menurut Alkitab?”, melainkan
“Jika benar menurut Alkitab apakah menghakimi boleh
untuk dilakukan?” Mungkin sebagian orang bertanya, jika
tidak benar dan tidak diperbolehkan, bagaimana dengan
profesi hakim sebagai alat negara yang menegakkan hukum
dan keadilan? Apakah orang Kristen tidak boleh menjadi
hakim? Mengapa kita tidak boleh menghakimi?
Makna Kata ‘menghakimi” yang Dimaksudkan Tuhan Yesus
Pertanyaan di atas muncul sebagai respon dari pengajaran
Tuhan Yesus yang dicatat dalam Matius 7:1-2,
"Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.
Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk
menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu
pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Apa yang dimaksud Tuhan Yesus dengan 'menghakimi' dalam
ayat ini? Kata yang digunakan oleh penulis Injil Matius
adalah ‘Κρίνω (krinō)’ yang artinya “memutuskan (secara
mental atau yudisial); dengan implikasi mengadili,
mengutuk, menghukum: - membalaskan dendam, menjatuhkan
hukuman.”
Albert Barnes memberikan komentar bahwa perintah ini
merujuk pada penghakiman yang gegabah, mencela, dan
tidak adil. Kristus tidak mengutuk penghakiman sebagai
seorang hakim, karena jika hal itu sesuai dengan
keadilan adalah sah dan perlu.
John Gill menambahkan dalam komentarinya bahwa ini tidak
boleh dipahami sebagai penghakiman di pengadilan sipil
yang dilakukan oleh hakim-hakim yang tepat, juga tidak
boleh dipahami sebagai penghakiman di gereja-gereja
Kristus, di mana para pelanggar harus dimintai
pertanggungjawaban, diperiksa, diadili, dan ditangani
sesuai dengan peraturan-peraturan Injil; tetapi yang
dimaksud adalah penghakiman yang gegabah, yang mengecam
manusia dengan cara yang sangat keras, bahkan
menjatuhkan hukuman kepada mereka, sehubungan dengan
keadaan mereka sekarang dan keadaan kekal mereka.
Alasan Untuk Tidak Menghakimi Dalam Perkataan Tuhan
Yesus
Mengapa Tuhan Yesus mengatakan “jangan kamu menghakimi?”
Selain karena makna ‘menghakimi’ sebagaimana diuraikan
di atas, perhatikan juga apa yang Tuhan Yesus sampaikan:
“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu,
sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?
Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu:
Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu,
padahal ada balok di dalam matamu.”
Matius 7:3-4
Manusia tidak mungkin dapat menghakimi secara adil dan
benar suatu kesalahan yang sama; bahkan mungkin dalam
skala lebih besar dibandingkan dengan yang dihakimi.
Bukankah ini sangat sesuai dengan perumpamaan yang Tuhan
Yesus sampaikan tentang seorang hamba yang menangkap dan
mencekik kawannya serta menyerahkan kawannya itu ke
penjara sampai dilunaskan hutangnya yang hanya seratus
dinar padahal dirinya berhutang sepuluh ribu talenta
kepada raja? (Matius 18:23-30)
Inilah yang ditegaskan oleh Paulus kepada jemaat di
Roma,
“Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang
menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari
salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau
menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi
orang lain, melakukan hal-hal yang sama.
Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka
yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri
melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau
akan luput dari hukuman Allah?”
Roma 2:1,3
Hakim-hakim dalam Perjanjian Lama
Menjawab pertanyaan bagaimana dengan profesi sebagai
seorang hakim, mari kita melihat jabatan Hakim-hakim
dalam Perjanjian Lama. Musa menerima perintah dari TUHAN,
“Hakim-hakim dan petugas-petugas haruslah kauangkat di
segala tempat yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu,
menurut suku-sukumu; mereka harus menghakimi bangsa itu
dengan pengadilan yang adil.”
Ulangan 16:18
Dalam perintah tersebut jelaslah bahwa Hakim adalah
jabatan yang diberikan kepada seseorang melalui
penunjukan dan pengangkatan oleh Musa atas legitimasi
yang diberikan oleh TUHAN. Karena itulah mereka memegang
otoritas dan tanggung jawab untuk menghakimi bangsa itu,
ingat dengan sebuah catatan penting: “dengan penghakiman
yang adil”. Bahkan TUHAN memberikan perintah dan
peringatan yang tegas bagi para Hakim dalam menjalankan
tugasnya:
“Janganlah memutarbalikkan keadilan (memelintir
perkataan orang-orang benar), janganlah memandang bulu
dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta
mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan
orang-orang yang benar. Semata-mata keadilan, itulah
yang harus kaukejar, supaya engkau hidup dan memiliki
negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu."
Ulangan 16:19-20
Seorang Hakim memutuskan sesuai dengan standar yang
merupakan kehendak Allah yang dinyatakan, yakni "keadilan,
dan hanya keadilan". Para pemimpin (Hakim lokal dan
Imam) harus mencontoh kemurahan, dan juga keadilan dari
TUHAN. (Keluaran 23:6-8)
Bukankah ini juga yang juga menjadi rujukan bagi jabatan
hakim di masa sekarang ini? Tanpa penunjukan dan
pengangkatan dari pemerintah yang ditetapkan Allah
sebagai hamba Allah untuk kebaikan kita, tidak mungkin
seseorang dapat menyandang jabatan serta memiliki
otoritas dan tanggung jawab sebagai seorang hakim. (Roma
13:1,4)
Tentunya seorang hakim harus menjunjung tinggi hukum
yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana
diatur oleh konstitusi negara, terlebih bertanggung
jawab kepada TUHAN yang memberikan kesempatan dan
kepercayaan tersebut.
Penerapan Disiplin Gerejawi vs Menghakimi
Bagaimana dengan kasus yang terjadi dalam gereja?
Bukankah kita memiliki hukum TUHAN yang standarnya lebih
tinggi daripada hukum dunia? Bagaimana jika seandainya
ada pribadi-pribadi tertentu yang melakukan pelanggaran
terhadap hukum dan perintah TUHAN?
Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus menyatakan,
“Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka,
yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya
menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat?”
1 Korintus 5:12
Apakah itu artinya kita boleh menghakimi dalam jemaat?
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan memberikan catatan
mengenai ayat ini:
“Orang percaya tidak boleh terlibat dalam kritik dangkal
atau tidak benar akan orang percaya lainnya."
(bdk. Matius 7:1-5)
Akan tetapi, di sini Paulus menunjukkan bahwa gereja
harus menghakimi para anggotanya menurut Firman dan
standar Allah apabila terlibat dosa serius, kebejatan
atau perilaku yang tidak benar. Tindakan jahat semacam
ini menuntut penghakiman dan disiplin demi kepentingan
orang yang terlibat itu, kemurnian jemaat dan kesaksian
Kristus di dunia.
Penghakiman yang dimaksudkan oleh rasul Paulus adalah
bentuk pendisiplinan gereja. Paulus menekankan bahwa
dosa harus dibenci, dan orang yang hidup dalam dosa
harus didisiplin. Disiplin yang dijatuhkan semata-mata
untuk menjaga kekudusan warga jemaat secara pribadi dan
seluruh jemaat. Pada waktu itu jemaat Korintus berada
dalam kondisi memprihatinkan, karena ada di antara
orang-orang Kristen melakukan perbuatan memalukan, yang
bahkan tidak dilakukan oleh orang kafir sekalipun, yaitu:
• tidur dengan ibu tiri sendiri (1 Korintus 5:1)
• sombong rohani (1 Korintus 5:2,6)
Jemaat Korintus merasa bangga karena menganggap sikap
mereka menerima orang-orang yang melakukan percabulan
dalam komunitas jemaat adalah suatu kemajuan.
Di zaman sekarang ini, ada kecenderungan yang sama,
yaitu tidak menegur anggota jemaat yang melakukan
perbuatan dosa, dengan berbagai alasan, misalnya takut
kehilangan anggota jemaat; terlebih jemaat-jemaat kaya
yang merupakan penyokong finansial gereja, takut
dimusuhi, dan alasan lainnya. Akibatnya perbuatan dosa
menjadi hal yang normal dan dimaklumi dalam jemaat (kompromi).
Orang percaya memang tidak boleh menghakimi satu sama
lain (Matius 7:1 dst; Roma 14:1-15:13), namun kita harus
menjalankan disiplin gereja ketika reputasi gereja dan
kerohanian jemaat dalam gereja ada dalam bahaya karena
kompromi terhadap dosa.
Kita Akan Menjadi Hakim dan Menghakimi Pada Waktu-Nya
Yohanes dalam kitab Wahyu mencatat peristiwa yang luar
biasa,
“lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang
duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk
menghakimi. …Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat
bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang
kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka
akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka
akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia,
seribu tahun lamanya."
Wahyu 20:4,6
Akan ada waktunya dimana kita akan memerintah bersama
Dia, yakni pada saat kita yang sudah menerima pembenaran
(justifcation), pengudusan (sanctification), mengalami
pemuliaan dari TUHAN (glorification), menjadi serupa
dengan gambaran Anak-Nya. (Roma 8:29-30)
“Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya,
yaitu sebelum Tuhan datang.”
1 Korintus 4:5a
Artinya, janganlah kita saling menyerang, menghakimi;
apalagi secara frontal dan terbuka, misalnya sebagaimana
marak di media sosial dimana hamba Tuhan yang satu
menyerang hamba Tuhan yang lain dengan kritik yang tajam,
menjatuhkan, bahkan mengutuk, menghancurkan karakter
dengan menyatakan pengajarannya sesat, menyimpang
padahal si pengkritik menilai dan melihatnya dari sudut
pandang doktrin dan aliran yang berbeda dari yang
dikritik. Dengan demikian menyatakan yang lain salah dan
sesat, hanya pengajarannya saja yang paling benar.
Mari kita bertobat dan tinggalkan hal-hal seperti itu,
yang hanya menyebabkan perpecahan dan kebingungan di
kalangan jemaat. (Yakobus 4:11-12)
Terkait dengan kebenaran, Paulus dengan inspirasi Roh
Kudus menyatakan,
“Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai
dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala
sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh
Kristus Yesus.”
Roma 2:16
Tuhan Yesus memberkati! (DL)