CERDIK SEPERTI ULAR DAN TULUS
SEPERTI MERPATI
(Keseimbangan Antara Kecerdikan Dan Ketulusan)
"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah
serigala,
sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus
seperti merpati.”
(Matius 10:16)
Pesan kuat dari ayat ini ditujukan bagi kita dalam
menghadapi penganiayaan atau keadaan yang sulit yang
dinubuatkan oleh Tuhan Yesus yang akan terjadi. Dalam
menghadapi keadaan seperti ini dibutuhkan kecerdikan dan
ketulusan dalam menjalaninya. Di masa akhir zaman, Rasul
Paulus menubuatkan akan menjadi masa yang “miskin”
kehadiran kasih. Masa di mana makin hari akan makin
sukar, dan makin hari akan makin keras. Secara
tersembunyi, penganiayaan seolah mulai datang dalam
bentuk alternatif yang membuat hidup kekristenan orang
percaya tidak mudah dan sangat diuji. Jadi ayat ini
sangat sesuai dengan konteks masa sekarang ini.
Pada umumnya, kecerdikan biasanya dekat dengan kelicikan,
sedangkan ketulusan sering dihubungkan dengan kepolosan
dan keluguan. Keduanya memiliki karakter yang seolah
berlawanan dan tidak sejalan. Namun dalam ayat di atas,
Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkan agar keduanya dapat
hadir dalam diri orang percaya secara bersamaan.
Kecerdikan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘cerdik’ itu
memiliki arti mampu membaca dan mengerti situasi, mampu
memberikan solusi, banyak akal dan licin/licik.
Nampaknya penekanan dalam bahasa Indonesia lebih kepada
kecerdasan dalam momentary, dalam satu momen kejadian.
Apakah pemahaman ini sama dengan yang dimaksudkan oleh
Alkitab? Kata Yunani yang dipakai dalam Matius 10:16
adalah ‘Phronimos’ yang dalam bahasa Inggris
diterjemahkan wise, intelegent dan prudent, dan arti
dalam bahasa Indonesianya adalah bijaksana, cerdas dan
melihat lebih jauh ke depan.
Nampak bahwa kecerdikan yang dimaknai di dalam Alkitab
lebih berbicara tentang kecerdasan saat ini yang
berdampak lebih panjang. Kecerdikan di sini bukan hanya
sesaat atau berdasarkan kasus yang dihadapi hari ini,
tetapi juga memikirkan dampak dan akibat jangka panjang.
Khususnya kata ‘wise’ dan ‘prudent’, memang membicarakan
tentang ketepatan sebuah keputusan hari ini yang
berdampak pada masa depan yang lebih baik. Keahlian
meraba masa depan ini bila tidak diletakkan di atas
dasar yang tepat, dapat digunakan untuk merugikan orang
lain demi keuntungan pribadi, dan itu berarti kelicikan.
Mengapa Ular?
Dalam tradisi Yahudi, ular adalah salah satu dari 9
binatang pertama yang diciptakan Tuhan. Bukan tanpa
sebab istilah yang dipakai untuk meledek iblis adalah si
ular tua. Ular sering dikonotasikan sebagai binatang
yang jahat, khususnya juga karena Alkitab menyebutkan
ular sebagai wujud yang dipilih iblis untuk menggoda
Adam dan Hawa di kitab Kejadian. Bila memang ular begitu
buruk citranya, mengapa Tuhan Yesus yang bijaksana
memakai ular dalam pengajaran firman ini?
Telah berabad-abad, manusia tidak sepenuhnya menjauhi
ular, bahkan banyak kasus di mana ular dimanfaatkan
manusia. Ular adalah sahabat para petani untuk menjaga
panenan dari wabah tikus di Asia. Para tabib sering
memakai ular untuk pengobatan. Ular berbisa ditakuti
manusia, namun sebenarnya hanya sepertiga dari
keseluruhan jenis ular yang berbisa. Masyarakat zaman
dahulu memiliki pemahaman yang berbeda dengan masyarakat
hari ini mengenai ular.
Dari seluruh keunikannya, ular memiliki kekhususan dalam
radarnya. Mata reptilnya sebenarnya rabun jauh untuk
melihat, namun memiliki dua buah radar unik untuk
mengenali keadaan di sekitarnya. Radar panas (Heat
censor) di mulutnya dan radar bau-bauan (Sense censor)
di lidahnya, memampukan ular mengenali mangsa, bahaya,
dan keadaan di sekitarnya. Gerakannya yang lamban
merayap membuat ular tidak mungkin bertindak agresif
seperti singa menerkam dan serigala yang menyergap.
Namun dengan pelan tetapi pasti ular dapat bereaksi
sesuai dengan informasi yang diterima olehnya. Pemahaman
ini mengkonfirmasi arti kata ‘Phronimos’ sebagai
kemampuan dan cara membaca situasi dan bereaksi sesuai
kebijaksanaan yang memandang jauh ke depan.
“Anda tidak bisa kembali untuk mengubah apa yang Anda
mulai, tetapi Anda bisa mulai lagi dari tempat Anda saat
ini, dan mengubah apa yang menjadi akhirnya.”
- C.S.Lewis -
Ketulusan
Dalam Matius 10:16, dipakai kata Akeraios yang memiliki
arti: tidak tercampur, murni, tidak bersalah, innocent,
dan sederhana. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
menjelaskan ketulusan sebagai kesungguhan, kebersihan
hati dan kejujuran. Kedua sumber menyatakan arti yang
senada. Bila kecerdikan menekankan tentang cara dan
metode, maka ketulusan menekankan tentang motivasi.
Motivasi akan mendorong sebuah tindakan atau keputusan.
Dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan motor dari
sebuah tindakan. Dalam beberapa situasi, keadaan bisa
mengganggu motivasi, dan akhirnya membatalkan atau
membelokan sebuah tindakan. Motivasi yang tulus tidak
terpengaruh oleh situasi. Mazmur 15:4 mengatakan bahwa
salah satu ciri orang yang layak untuk naik ke gunung
kudus Tuhan adalah mereka yang berpegang pada janji atau
sumpah, walaupun harus merugi.
Merpati
Merpati ternyata memiliki beberapa kemampuan seperti
ular dalam membaca situasi sekitarnya. Paruhnya
mengandung logam yang berfungsi seperti kompas, mampu
membaca medan magnet bumi. Matanya yang tajam mampu
melihat hingga 26 mil. Pendengarannya yang tajam mampu
‘membaca’ angin di sekitarnya dan mendeteksi badai yang
masih jauh; yang akan datang.
Kemampuan membaca situasi inilah yang membuat burung
merpati sempat dimanfaatkan sebagai pengantar berita
yang efektif selama berabad-abad. Tak diragukan bahwa
kemampuan membaca situasi di sekitar dan ke masa depan
adalah salah satu pesan yang terkandung dalam ayat ini.
Merpati masih memiliki kelebihan lain. Merpati sudah
lama dikenal sebagai lambang ketulusan dan kesetiaan.
Kesetiaan karena tidak pernah ganti pasangan dan
ketulusan karena jinak, lembut dan sering ditemukan yang
berwarna putih bersih. Dalam perkembangannya kemudian
ditemukan juga, bahwa burung ini tidak memiliki empedu,
yang biasanya menyimpan racun yang diserap oleh tubuhnya.
Wujud ini ideal untuk menjadi lambang ketulusan yang
dikenal luas di berbagai budaya.
Kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, dan analisa
yang memandang ke depan diperlukan dalam segala keadaan,
khususnya dalam masa sukar dan akhir zaman ini. Namun
motivasi yang mendorongnya, bukanlah untuk mencari
keuntungan pribadi, mencari aman bagi diri sendiri,
apalagi menghalalkan segala cara hingga merugikan orang
lain.
Jika seorang Kristen dipenuhi dengan Roh Kudus maka Roh
Kudus akan memberikan kepekaan untuk memperingatkan
seseorang akan bahaya yang mengancam di depan dan
menghadapinya dengan hikmat ilahi.
Prinsip ini sama dengan fungsi sebagai radar yang ada
pada 2 binatang tersebut. Tanpa Roh Kudus maka
sensitivitas manusiawi biasanya lahir dari skeptisisme
atau sinisisme yang berlebihan. Hikmat duniawi terkadang
bersedia mengorbankan moralitas dan integritas demi
mempertahankan kepentingan. Ketulusan dan kasih adalah
motor penggerak yang diinginkan Tuhan, agar dimiliki
semua orang percaya dalam tiap keputusan dan langkahnya
dari hari ini hingga Maranatha, Tuhan Yesus datang untuk
kali yang kedua. Amin. (JR)