YESUS KRISTUS TELADAN DALAM KESUCIAN HATI
Sebuah ungkapan mengatakan, jika kita ingin belajar,
belajarlah dari ahlinya! Salah satu makna dalam kalimat
singkat ini menyiratkan sebuah totalitas dalam belajar.
Jika ingin belajar jangan tanggung-tanggung, jangan
setengah-setengah. Dengan kata lain kita harus belajar
dari mereka yang telah menguasai; bukan hanya teori,
melainkan telah mempraktekkan atau menghidupi apa yang
diajarkannya.
Dalam Tahun Integritas (The Year of Integrity) ini kita
perlu belajar untuk memiliki kemurnian/kesucian hati,
mengingat salah satu pengertian integritas adalah
‘bersih tangan’ dan ‘murni hati’ (Mazmur 24:4). ‘Murni/Suci’
atau tulus (Ibr. bar) dalam konteks Mazmur 24:4 memiliki
arti bahwa dalam diri orang tersebut tidak ada motivasi
yang salah, alias bersih. ‘Bersih tangan’ lebih menunjuk
pada area eksternal atau tindakan yang terlihat,
sedangkan ‘murni/suci hati’ lebih menunjuk kepada
internal atau keadaan hati. Orang yang tulus hati tidak
akan mencari pujian buat dirinya sendiri. (Amsal 27:2)
Jika kita ingin belajar tentang kemurnian/kesucian hati,
kita harus belajar dari ahlinya, The Man of Integrity,
yakni Tuhan Yesus. Dalam konteks pembelajaran ini yang
patut kita ingat adalah bahwa Tuhan Yesus bukanlah
sebagai objek pembelajaran, melainkan sebagai Guru yang
Agung dan teladan kita dalam hal kesucian hati.
Tentunya begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dan
teladani dari kehidupan Yesus, baik melalui
perkataan-Nya, perbuatan-Nya, sikap dan respon-Nya
terhadap pihak-pihak yang menghendaki kematian-Nya. Mari
kita pelajari beberapa hal berikut di bawah ini:
1. TIDAK ADA MOTIVASI YANG SALAH
a. Pembuktian diri melalui ketaatan akan Firman dan
Perintah TUHAN (Matius 4:1-11)
Perikop di atas memuat peristiwa yang dialami oleh Tuhan
Yesus dalam masa pra pelayanan-Nya. Setelah berpuasa
selama empat puluh hari, datanglah Iblis mencobai Tuhan
Yesus. Ada tiga bentuk pencobaan yang dilakukan oleh
Iblis di mana dua diantaranya dimulai dengan kalimat: "Jika
Engkau Anak Allah..." (Matius 4:3,6). Ini adalah salah
satu pencobaan untuk pembuktian diri, yang disampaikan
dengan kalimat pertanyaan ‘keraguan’ Iblis akan
eksistensi Yesus.
Dari jawaban yang disampaikan Tuhan Yesus jelas sekali
terungkap bahwa Yesus menganggap tidak perlu "membuktikan"
diri-Nya kepada iblis dengan mengikuti apa yang menjadi
kehendak Iblis untuk mengubah batu menjadi roti (ayat 3)
atau menjatuhkan diri dari atas bubungan bait Allah (ayat
6). Tuhan Yesus menyatakannya dengan menunjukkan
ketaatan-Nya kepada perintah Allah yang tertulis dalam
firman TUHAN.
Berapa banyak kita jumpai orang-orang yang menganggap
adalah sebuah keharusan untuk membuktikan kepada banyak
orang bahwa mereka adalah "hamba Tuhan yang diurapi", "pribadi
yang dipakai Tuhan secara khusus" sehingga dalam setiap
brosur atau spanduk kegiatan yang dilaksanakan foto diri
atau tulisan nama mereka dengan titel yang lengkap jauh
lebih menonjol dibandingkan dengan tulisan nama dan
gambar Tuhan Yesus yang bahkan tidak jarang malah tidak
pernah ditampilkan.
Mengikuti teladan Tuhan Yesus dalam hal kesucian hati,
dalam konteks ini tidak memiliki motivasi yang salah
bukanlah dengan ‘pembuktian’ melalui kehebatan pelayanan
kita, melainkan dengan ketaatan kita akan perintah dan
kehendak-Nya. (Matius 4:4,7; 7:21-23)
b. Motivasi dalam melayani adalah belas kasihan akan
jiwa-jiwa (Matius 9:35-36)
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa;
Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan
Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit
dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah
hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena
mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak
bergembala."
Membaca ayat tersebut di atas, mengutip istilah yang
digunakan oleh generasi Yeremia zaman Now adalah "no
caption needed". Sebab telah tergambar dengan jelas
bahwa motivasi Tuhan Yesus dalam melayani adalah belas
kasihan akan jiwa-jiwa yang lelah dan terlantar seperti
domba yang tidak bergembala. Kalau motivasi kita apa?
Ingin dikenal dan terkenal (popularitas)? Harta atau
kekayaan? Penghargaan atau respek dari orang lain?
Marilah kita teladani Tuhan Yesus.
c. Tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri (Matius
10:7-8)
"Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat.
Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati;
tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah
memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah
pula dengan cuma-cuma."
"Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu
berikanlah pula dengan cuma-cuma." ‘Matthew Henry’s
Commentary on whole Bible’ memberikan catatan yang
sangat menarik terkait ayat ini. Dikatakan bahwa orang
yang memiliki kuasa untuk menyembuhkan segala penyakit
pasti mempunyai kesempatan untuk memperkaya diri sendiri;
sebab siapa yang tidak mau berobat kepada orang yang
pasti bisa menyembuhkan penyakit apapun yang mereka
derita?
Oleh karena itu, mereka diperingatkan untuk tidak
mencari keuntungan dari kuasa yang mereka miliki untuk
mengadakan mujizat-mujizat ini. Mereka harus
menyembuhkan dengan cuma-cuma, untuk memperlihatkan
lebih jauh sifat dari Injil Kerajaan, yang bukan hanya
terdiri atas anugerah saja, melainkan anugerah yang
diberikan dengan cuma-cuma. Alasannya adalah karena kita
telah memperolehnya dengan cuma-cuma.
Kuasa yang diberikan kepada mereka untuk menyembuhkan
orang sakit tidak menuntut bayaran apa-apa dari mereka,
karena itu mereka tidak boleh mencari keuntungan duniawi
dari kuasa itu bagi diri mereka sendiri.
Simon si tukang sihir itu tidak akan menawarkan uang
untuk membeli karunia-karunia Roh Kudus jika dia tidak
berharap untuk mendapatkan uang dengan memiliki
karunia-karunia itu. (Kisah Para Rasul 8:18)
Perhatikanlah, perbuatan baik yang dilakukan Kristus
kepada kita dengan cuma-cuma seharusnya membuat kita
juga berbuat baik kepada orang lain dengan cuma-cuma.
2. TIDAK MENCARI PUJIAN BAGI DIRI SENDIRI
a. Melakukan Ibadah bukan untuk publikasi/ketenaran (Matius
6:1-7)
Dalam salah satu bagian dari khotbah Tuhan Yesus di
bukit, Ia mengajarkan mengenai hal memberi sedekah dan
berdoa. (Matius 6:1-7)
Apa yang Tuhan Yesus ajarkan terkait dua pokok
pengajaran ini sangat kontras sekali dengan kebiasaan
yang dilakukan oleh orang-orang munafik yang biasanya
memberi sedekah, beribadah, berdoa dengan motivasi agar
dilihat orang (ayat 5) dan mencari pujian bagi diri
sendiri (ayat 2).
Sebaliknya, Yesus mengajarkan agar dalam memberi dan
dalam berdoa dilakukan tanpa spotlight, "tanpa sorotan
kamera", tanpa publikasi agar diketahui orang, tapi
cukup diri kita dan Bapa kita di Sorga yang
mengetahuinya.
b. Tidak mengejar pujian dan promosi (Matius 9:30-31)
"Maka meleklah mata mereka. Dan Yesus pun dengan tegas
berpesan kepada mereka, kata-Nya: "Jagalah supaya jangan
seorang pun mengetahui hal ini." Tetapi mereka keluar
dan memasyhurkan Dia ke seluruh daerah itu."
Dalam peristiwa yang dinyatakan dalam ayat ini kita
dapat dengan jelas mengetahui bahwa Tuhan Yesus tidak
menyuruh mereka yang telah disembuhkan untuk
mempromosikan diri-Nya. Bahkan dengan tegas Tuhan Yesus
berpesan agar jangan seorang pun mengetahui hal tersebut.
Namun sukacita dan rasa syukur yang meluap karena
pertolongan dan kasih TUHAN yang telah dialami mendorong
orang-orang yang telah disembuhkan itu memasyurkan Tuhan
Yesus ke seluruh daerah itu. Promosi dan pujian tidak
perlu dicari-cari. Janganlah pelayanan yang kita lakukan,
kita lakukan demi mengejar pujian dan kemasyuran dari
orang-orang yang kita layani.
c. Pengagungan dan penghormatan datang dari orang lain,
bukan dari diri sendiri (Matius 17:9)
"Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan
kepada mereka: "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu
kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan
dari antara orang mati."
Petrus, Yakobus dan Yohanes adalah saksi mata dari
sebuah peristiwa yang luar biasa bagaimana Tuhan Yesus
dimuliakan, mengalami transfigurasi serta mendapat
‘kunjungan’ dari Musa dan Elia. Dapatkah kita
membayangkan betapa dahsyatnya pengalaman tersebut?
Bagaimana mereka dengan mata kepala sendiri melihat dua
tokoh yang hidup dan melayani jauh sebelum mereka, yakni
dari zaman nenek moyang mereka; nampak di depan mata.
Dan kedua tokoh hebat tersebut terlihat sedang
berbincang dengan Tuhan Yesus seperti sedang
mendiskusikan sesuatu.
Hari itu mereka makin diteguhkan, Tuhan Yesus yang
mereka ikuti sebagai guru mereka adalah Pribadi yang
istimewa! Hal ini disaksikan bukan hanya oleh Petrus
atau Yakobus atau Yohanes secara terpisah, melainkan
oleh ketiganya secara bersama-sama. (Ulangan 17:6;
19:15; Matius 18:16; 2 Korintus 13:1; 1 Timotius 5:19:
Ibrani 10:28)
Tuhan Yesus bisa saja menyuruh ketiganya memberikan
kesaksian dan memberitakan peristiwa tersebut kepada
orang-orang Yahudi dan ahli Taurat sebagai legitimasi
atas berita Kerajaan Allah yang dibawa oleh Tuhan Yesus
pada masa sebelum Yesus mati, sehingga mendatangkan
pujian bagi diri-Nya dan memperkecil resistensi dari
para ahli Taurat. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan
oleh Tuhan Yesus.
MENGAMPUNI KESALAHAN DAN DOSA
Tuhan Yesus mengajarkan tentang kasih. Kasih memiliki
implementasi yang sangat luas untuk dipraktekkan dalam
kehidupan sehari hari, salah satunya adalah dalam hal
pengampunan.
Dalam Matius 5:38-48 Tuhan Yesus mengajarkan agar kita:
• jangan melawan orang yang berbuat jahat, memberikan
pipi kiri kepada siapapun yang menampar pipi kanan,
memberikan lebih dari apa yang dituntut oleh orang lain,
• jangan menolak orang yang mau meminjam,
• mengasihi musuh serta mendoakan mereka yang menganiaya.
Dalam bagian yang lain Tuhan Yesus juga mengajarkan
tentang pengampunan yang tanpa batas (Matius 18:21-35).
Semua yang Tuhan Yesus ajarkan tersebut di atas bukanlah
sekedar teori semata, melainkan praktek hidup yang
dijalani oleh Tuhan Yesus yang harus kita teladani.
Setelah melalui vonis hukuman tanpa pembuktian, setelah
penghinaan dan segala macam siksa dan aniaya yang Ia
terima melalui cambukan, mahkota duri, memikul salib
dengan puncaknya adalah penyaliban. Tuhan Yesus berkata:
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa
yang mereka perbuat."
(Lukas 23:34).
Dengan mengampuni kesalahan orang-orang yang bersalah
kepada kita membuat kita senantiasa memelihara kesucian
hati.
Di tahun 2021 ini, marilah kita teladani Tuhan Yesus,
Man of Integrity dalam hal kemurnian/kesucian hati
dengan memiliki motivasi yang benar, tidak mencari
pujian bagi diri sendiri serta mengampuni orang yang
bersalah kepada kita. Tuhan Yesus memberkati. Maranatha!
(DL)