BERSIAP MENYAMBUT KEDATANGAN-NYA
Sebagai orang percaya kita memiliki satu pengharapan
yang mulia, yang dikatakan oleh rasul Paulus kepada
Titus oleh inspirasi Roh Kudus sebagai pengharapan yang
penuh bahagia (TB1), atau pengharapan yang penuh berkat
(TB2), yakni kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.
(Titus 2:11-13)
Terkait dengan kedatangan-Nya yang kedua kali, jemaat
terfragmentasi menjadi tiga golongan. Golongan pertama
adalah mereka yang bersikap masa bodoh, tidak
mempedulikan, acuh tak acuh dengan akhir zaman (eschato-phobia),
ini merupakan ekstrim kiri. Kedua adalah golongan yang
terobsesi dengan akhir zaman (eschato-mania), yang
merupakan ekstrim kanan. Dan golongan yang ketiga adalah
mereka yang memahami akhir zaman dengan seimbang
berdasarkan Alkitab (eschato-philia).
Tidak sedikit dari antara golongan eschato mania dan
eschato philia yang memiliki curiosity yang besar
tentang kapankah kedatangan-Nya yang kedua kali tersebut
akan terjadi? Grant R. Osborne dalam Zondervan
Exegetical Commentary on The New Testament – Matthew
memberikan serangkaian penjelasan yang memberikan kita
pemahaman sehubungan dengan hal tersebut.
Osborne mengatakan bahwa dalam Matius 24:36-39, Tuhan
Yesus sendiri menyatakan bahwa: “tentang hari dan saat
(day and hour) itu tidak seorang pun yang tahu,
malaikat-malaikat di surga tidak, dan Anak pun tidak,
hanya Bapa sendiri." Ini adalah rahasia sorgawi yang
dipegang dengan erat, yang diketahui “hanya oleh Bapa.”
Ini menunjukkan ketidakmungkinan bagi kita untuk
mengetahui waktu yang tepat, dengan demikian kita harus
selalu siap setiap saat. Ayat ini menyatakan kebenaran
dasar dan pesannya berpusat pada peristiwa yang tidak
terduga, yakni ‘banjir’ sebagai metafora dari parousia
yang menghasilkan penghakiman.
Dalam literatur Yahudi, orang-orang pada zaman Nuh
menjadi contoh bagi orang-orang berdosa yang tidak
memprediksi datangnya murka Ilahi. Dalam konteks ini,
dosa mengakibatkan kurangnya kesadaran. Di antara
wacana-wacana eskatologis dalam kitab-kitab Injil,
“parousia” hanya ditemukan dalam Matius (24:3, 27, 37,
39) dan berbicara tentang kedatangan seorang raja; di
sini penekanannya bukan pada sukacita dari kedatangan
sang raja, melainkan pada penghakiman yang akan menimpa
mereka yang tidak siap.
“Sebagaimana pada zaman sebelum air Bah itu mereka makan
dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai pada hari Nuh
masuk ke dalam bahtera.”
Matius 24:38
Ayat ini menggambarkan tentang kehidupan normal. Makan
dan minum pada jamuan makan dan pesta, menikah dan
menikahkan anak-anak mereka.
Dengan bentuk kalimat present participle, ayat ini (Matius
24:38) menekankan sifat kegiatan yang berkelanjutan
serta menggambarkan bagaimana orang-orang yang hidup
pada zaman Nuh adalah orang-orang yang terobsesi dengan
kehidupan sehari-hari mereka, tanpa memikirkan kewajiban
mereka kepada Allah. Hal ini terus berlangsung sampai di
satu titik ketika “Nuh masuk ke dalam bahtera,” dan
semuanya sudah menjadi terlambat. Ritme kehidupan yang
normal pun berakhir dengan tiba-tiba.
Frasa “tidak tahu apa-apa” dalam Matius 24:39 sering
kali tidak berarti kurangnya pengetahuan, melainkan
merupakan penolakan yang disengaja. Artinya sengaja
menolak untuk memahami tentang tanda-tanda akhir zaman
dan kedatangan-Nya yang kedua kali. Bisa juga berarti
kegagalan untuk memahami atau mengenali tanda-tanda
penghakiman yang akan segera terjadi, sehingga
orang-orang terus menjalankan bisnis mereka secara tidak
saleh sampai banjir datang dan membawa kepada kehancuran
mereka.
Dalam konteks pembahasan kita, merekalah yang tergolong
sebagai eschato-phobia. Kita bisa melihat pola yang sama
dalam Perjanjian Baru, dimana orang-orang bekerja atau
berbisnis as usual berdasarkan pengalaman dan ritme
sehari-hari tanpa mempertimbangkan atau memperhatikan
kehendak Tuhan. (Yakobus 4:13-14)
Ditengah ritme dan rutinitas keseharian, Anak Manusia
(Daniel 7:13-14) akan tiba sebagai penghakiman yang
tiba-tiba dan tidak terduga. Tanpa peringatan yang
eksplisit (Matius 24:37-39; bdk. Lukas 17:26-27),
seperti halnya kedatangan Air Bah. Para pengikut Yesus
mungkin akan mengenali tanda-tanda yang diperlukan (bdk.
1 Tesalonika 5:4-6), tetapi bagi orang luar,
peristiwa-peristiwa akan terus berlanjut seperti biasa.
Ini yang membuat mereka menjadi lengah, bahkan tidak
mempedulikan tanda-tanda kedatangan-Nya yang kedua kali.
Selain memberikan metafora Air Bah pada zaman Nuh, Tuhan
Yesus juga memberikan metafora pencuri yang datang pada
waktu malam untuk menjelaskan tentang parousia.
“Namun, ketahuilah: Jika tuan rumah tahu jam berapa pada
malam hari pencuri akan datang, sudah pasti ia
berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya
dibongkar.”
Matius 24:43
Bentuk kalimat ayat ini terkait dengan seorang pemilik
rumah yang tampaknya telah menerima informasi bahwa
seorang pencuri akan datang, namun tidak memiliki
rincian tentang jam berapa dia akan datang. Sehingga
tuan rumah harus menempatkan penjaga bersenjata di
sekitar perkebunan setiap pembagian jam jaga malam.
Sebagai informasi, pada masa itu, orang Romawi membagi
periode jaga malam menjadi empat shift, mulai pukul
18.00 sampai dengan 06.00. Sedangkan orang Yahudi
membaginya menjadi tiga shift.
Pesan yang ingin disampaikan sekali lagi adalah perlunya
kewaspadaan rohani yang terus - menerus mengingat
kedatangan Kristus yang tidak lama lagi. Dengan demikian,
perlu kesiapan yang terus-menerus untuk menyambut
kedatangan Kristus kembali dan kedatangan Yesus yang
bagaikan pencuri pada waktu yang tidak terduga. Gambaran
kedatangan Yesus kembali “bagaikan pencuri” ini menjadi
metafora PB yang utama bagi sifat parousia yang tidak
terduga. (1Tesalonika 5:2; 2Petrus 3:10; Wahyu 3:3;
16:15)
Melalui apa yang diajarkan-Nya, Yesus menyadarkan
murid-murid tentang akhir zaman. (Matius 24:3-36)
• Ia memberikan nasihat supaya berjaga-jaga. (ayat
37-44)
• Ia memberikan perumpamaan tentang hidup yang
berjaga-jaga. (ayat 45-51)
Bagaimana paradigma hidup yang berjaga-jaga?
1. Hidup sebagai pelayan (steward) yang bertanggung
jawab atas jiwa-jiwa.
"Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat
oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka
makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang
didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya
itu datang.”
Matius 24:45-46
Gunakan karunia dan talenta kita untuk melayani di
gereja lokal, dalam berbagai bidang seperti pengajaran,
musik, pelayanan anak, pelayanan sosial, atau bidang
lainnya. Selain itu, bentuk tanggung jawab atas
jiwa-jiwa adalah dengan menjangkau dan menggembalakan
jiwa-jiwa di COOL. Mari kita terus bergerak di era
pentakosta ketiga ini dengan urapan dan kuasa Roh Kudus.
Harvest Now! Jesus for Everyone.
2. Hidup sebagai pelayan (steward) yang berbuah,
melipatgandakan sumber daya yang dipercayakan Tuhan.
“Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia
membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta
tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba
lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik
sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia;
engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan
memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang
besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”
Matius 25:20-21
Beberapa langkah praktis yang dapat kita lakukan untuk
melipatgandakan sumber daya yang dipercayakan Tuhan
antara lain:
• Meminta Karunia
Berdoa agar Roh Kudus mengaruniakan karunia-karunia yang
dibutuhkan agar kita dapat melayani dengan efektif.
(1Korintus 12:31, 14:1)
• Mengenali Karunia
Setiap orang percaya memiliki karunia rohani yang unik.
(Roma 12:6-8, 1Korintus 12:4-11) Kenali karunia kita
melalui doa, introspeksi, dan umpan balik dari orang
lain yang bersentuhan atau berinteraksi dengan kita
dalam pelayanan.
• Melatih Karunia
Terus mengembangkan dan mempraktikkan karunia-karunia
Roh Kudus dalam pelayanan, seperti bernubuat,
menyembuhkan, atau mengusir setan dan lain-lain, agar
semakin efektif dalam pelayanan. Minta naungan seorang
bapa rohani yang dapat kita teladani, dapat mengarahkan
dan membimbing kita. Selain itu, kita juga dapat mencari
mentor, mengikuti pelatihan, atau membaca buku rohani
yang tepat untuk melatih dan mengembangkan talenta.
Waktu kedatangan Tuhan Yesus kedua kali sudah
sangat-sangat singkat, sebagaimana pengharapan kita akan
the imminence of the second coming. Kita harus
berjaga-jaga dan bersiap menyambut kedatangan-Nya.
Jangan terlena dengan aktivitas dan rutinitas kita
sehari-hari tanpa memikirkan kehendak Tuhan dan perkara
yang diatas. (Kolose 3:1-4), sebab Dia akan datang
kembali dalam waktu yang tidak terduga, seperti
datangnya air bah pada zaman Nuh dan seperti pencuri
pada waktu malam. Get ready and be prepared! (DL).